***
Judul: Orang-Orang Biasa | Pengarang: Andrea Hirata | Penerbit: Bentang Pustaka | Edisi: Bahasa Indonesia, Cetakan I, Yogyakarta, Februari 2019 | Dimensi: xii + 300 hlm; 20,5 cm | Harga Buku + Ongkir: Rp75.650 + Rp38.500,- | Beli di: Online @ Loker Buku | Bisa juga dibeli di: bukabuku.com | My Rating: 4 dari 5 bintang
***
Ini cerita tentang orang-orang biasa. Orang-orang biasa yang tinggal di kota biasa. Orang-orang yang kalau di sekolah biasanya duduk di bangku paling belakang. Orang-orang yang kalau di sekolah prestasinya biasa-biasa saja, bahkan cenderung ke bawah. Orang-orang biasa yang kemampuan ekonominya cenderung berada di bawah garis. Orang-orang biasa yang memiliki tampang standar. Orang-orang biasa yang ... memiliki segala hal yang hanya dimiliki oleh orang-orang biasa.
Orang-orang biasa ini punya cerita. Disamping cerita kehidupan mereka yang cenderung biasa-biasa saja, mereka juga punya cerita tentang serunya meraih mimpi.
Mereka ini adalah Debut, Honorun, Tohirin, Dinah, Rusip, Nihe, Junilah, Sobri, Handai dan Salud. Mimpi mereka adalah menyekolahkan anak perempuan Dinah yang bernama Aini di Fakultas Kedokteran yang biaya kuliahnya sudah terkenal kemahalannya.
Ternyata sekolah dokter itu mahal sekali. But, aku baru tahu kalau orang miskin tak bisa masuk Fakultas Kedokteran. ---hlm. 78
Ada sedikit beasiswa, terlalu banyak peminatnya, bahkan anak-anak orang kaya berebut mencari beasiswa. ---hlm. 79
Aini sebelumnya tidak pintar. Tapi dia gigih. Dia bertekad untuk menjadi pintar agar bisa menjadi dokter. Aini bahkan bertekad untuk terus bolak-balik belajar ke rumah guru Matematikanya yang galak, Ibu Desi Mal (ssst, kata bukunya, ini nama samaran, supaya tidak kualat), supaya dia dapat menguasai pelajaran yang baginya sangat sulit itu.
...mereka yang mau belajar, tak bisa diusir. ---hlm. 44
Kegigihan Aini terbayar, dia berhasil mendapat tiket masuk ke Fakultas Kedokteran. Sayangnya, ibunya tak sanggup membayar uang kuliahnya. Apa daya, profesi ibunya hanyalah penjual mainan keliling.
Untung Dinah punya teman-teman yang peduli. Meskipun semuanya tergolong orang yang biasa-biasa saja, mereka bertekad untuk bisa menyekolahkan Aini di fakultas impiannya. Mereka pun berusaha berubah menjadi orang-orang yang tidak biasa. Tidak tanggung-tanggung, mereka langsung ingin menjadi perampok bank.
Nah..nah..disinilah serunya. Menurut Debut, alasan mereka memutuskan untuk menjadi perampok bank adalah karena mereka sedang butuh uang, dan semua uang tersimpan di bank. Lagipula menurut istilah Debut, mereka tidak akan mencuri, mereka hanya meminjam. Mereka akan mengembalikan uang itu. Yang mungkin agak terdengar sedikit mustahil mengingat kemampuan ekonomi mereka yang biasa-biasa saja bahkan cenderung ke bawah itu.
Dengan segala kemampuan yang biasa-biasa saja, mereka mulai merencanakan strategi. Kesederhanaan cara berpikir orang-orang ini, dan rumitnya persoalan yang harus mereka hadapi, membuat cerita ini menjadi kocak. IMO, banyak sekali sindiran tentang kehidupan yang terselip diantara kejenakaan itu.
Somehow, pesan yang dapat saya tangkap dari buku ini adalah jangan menilai buku dari sampulnya. Baik secara tersurat maupun tersirat. Karena menurut saya pribadi, sampul buku orang-orang biasa ini masih kalah kece dibanding sampul-sampul buku lain, tapi ceritanya, wow banget. Begitu pula dengan orang-orang biasa yang ada di buku ini. Mereka mungkin tampak biasa diluar. Tapi di dalamnya, mereka memiliki hati yang bersih.
Ngomong-ngomong, Orang-Orang Biasa diceritakan dari sudut pandang orang ketiga. Akhirnya saya bisa terlepas dari bayang-bayang Ikal. Sebelumnya, kalau membaca buku Andrea Hirata yang diceritakan dari sudut pandang orang kedua, entah kenapa saya selalu merasa kalau tokoh utamanya adalah si Ikal dari Laskar Pelangi itu, hohoho.
Ngomong-ngomong lagi, buku ini bisa saya selesaikan dalam dua kali duduk, *ehm, istilah apa itu*. Ini berarti --- untuk ukuran orang yang mengaku dirinya sok sibuk seperti saya, buku ini sangat seru.
Yeaaap, buku-buku Andrea Hirata memang selalu terasa sangat seru bagi saya. Saya sampai ikutan pre order buku ini. Padahal sebelumnya saya baru saja bertekad agar supaya membeli buku-buku yang sudah masuk diskonan saja. Tapi apa daya, tekad saya rapuh, serapuh genteng berlumut yang sudah belasan tahun kena panas dan hujan, *pas gak ya gombalannya, haha*. Tapi ada untungnya juga sih saya ikut PO, soalnya pas membuka halaman pertama...jreng jreng... ada tanda tangan Andrea Hirata di situ. Haduh senangnya, *korprol dua kali*.
Yeaaap, buku-buku Andrea Hirata memang selalu terasa sangat seru bagi saya. Saya sampai ikutan pre order buku ini. Padahal sebelumnya saya baru saja bertekad agar supaya membeli buku-buku yang sudah masuk diskonan saja. Tapi apa daya, tekad saya rapuh, serapuh genteng berlumut yang sudah belasan tahun kena panas dan hujan, *pas gak ya gombalannya, haha*. Tapi ada untungnya juga sih saya ikut PO, soalnya pas membuka halaman pertama...jreng jreng... ada tanda tangan Andrea Hirata di situ. Haduh senangnya, *korprol dua kali*.
At last, buku ini cocok dibaca oleh orang-orang yang butuh bacaan kocak, atau yang lagi butuh hiburan untuk menghadapi kehidupan yang getir terutama kalau kegetiran itu berasal dari ketidakmampuan kita untuk mencicipi pendidikan yang lebih tinggi karena masalah biaya. Atau jika kegetiran itu berasal dari perlakuan yang terasa tidak adil yang biasanya dilakukan oleh "orang-orang yang tidak biasa", *uhuk*. So, 4 dari 5 bintang untuk buku ini. I really liked it.